08 Sep
Daya Saing Lemah, Ekspor Berbalik Turun
JAKARTA — Nilai ekspor produk farmasi dan alat kesehatan nasional menyusut di tengah masih rendahnya daya saing produsen lokal dan meningkatnya kebutuhan dalam negeri Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), secara keselu- ruhan ekspor industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sepanjang Januari-Juli 2016 turun tipis 1,59% menjadi US$359,49 juta dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya US$365,29 juta.
Sementara itu, nilai ekspor peralatan kedokteran dan kedokteran gigi terpangkas 6,13% secara year-on-year selama tujuh bulan pertama 2016 menjadi US$62,9 juta dari sebelumnya US$67,01 juta. Kondisi itu agak berbeda dengan tren yang selama ini terjadi. Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat dalam periode 2010-2014 terjadi pertumbuhan ekspor peralatan kesehatan 6,42%. Pada 2014, nilainya menyentuh US$273,8 juta.
Adapun tahun lalu ekspor produk industri farmasi secara keselu- ruhan mencapai US$586 juta atau naik 13,12% dari realisasi 2014 yang sekitar US$518 juta.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang mengatakan sebenarnya produk alat kesehatan dan farmasi Indonesia potensial untuk dikembangkan, baik untuk pasar ekspor maupun lokal.
Namun, kapasitas produsen, industri berbasis riset, serta sinergi antarkementerian dan lembaga pemerintah perlu ditingkatkan. “Kendalanya sekarang adalah
tingkat kapasitas, riset, dan sinergi dari seluruh pihak termasuk kementerian dan lembaga. Industri ini tidak hanya butuh perkembangan teknologi dan pertimbang-
an di aspek sosial, tapi juga strategi bisnis, strategi manajemen, dan sinergi antar kementerian sehingga bisa meningkatkan daya saing,” paparnya kepada Bisnis
, Rabu (7/9).
Linda menyatakan hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Per- cepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan yang diterbitkan pada 8 Juni 2016. Dalam Inpres itu, Presiden Joko Widodo memberi perintah percepatan industri di sektor farmasi dan alat kesehatan kepada 12 kementerian dan lembaga. (lihat ilustrasi )
Kemenkes misalnya, diminta untuk memfasilitasi pengembang-an industri terutama ke arah biopharmaceutical , vaksin, natural , dan active pharmaceutical ingredients (API) kimia serta mengembangkan penyelenggaraan riset dan sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk kemandirian industri. Adapun Kementerian Per
da- gangan diperintahkan memfasili- tasi promosi sediaan farmasi dan alat kesehatan produksi dalam negeri untuk meningkatkan ekspor.
Pasar ekspor produk farmasi dan alat kesehatan Indonesia antara lain ASEAN, Eropa, AS, Jepang, dan Timur Tengah. Kawasan yang disebut terakhir menjadi sasaran utama pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ditugasi untuk mengoordinasikan dan mengarahkan penelitian dan pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berori- entasi terhadap kebutuhan dan pemanfaatan, serta melakukan dan mendorong pengembangan tenaga riset dan mendirikan fasilitas riset terutama studi klinik dan studi non-klinik dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga ahli, industri farmasi dan alat kesehatan.
BERBASIS RISET
Linda melanjutkan industri farmasi dan alat kesehatan harus ber- basis pada riset dan teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah, termasuk produk obat-obatan
herbal atau jamu, sehingga tidak hanya keunggulan komparatif yang membaik tapi keunggulan kompetitif juga ikut terkerek. Menteri Perindustrian ditugaskan untuk menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan industri farmasi dan alat kesehat- an, dan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di bidang farmasi dan alat kesehatan Menteri ini juga diinstruksikan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku kimia dasar dan komponen pendukung industri sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Sementara itu, Menteri Keuangan bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan insentif fiskal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya industri farmasi
dan alat kesehatan. Berdasarkan strategi Kemenkes, pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dalam 5 tahun pertama difokuskan kepada transfer teknologi. Setelah itu, pengembangan teknologi milik sendiri oleh industri dalam negeri. Saat ini, Indonesia memiliki 206 perusahaan di sektor tersebut. Secara keseluruhan, terdapat 2.623 alat kesehatan dalam negeri yang memiliki izin edar dan memenuhi standar internasional di antaranya hospital bed , tensimeter, dan sarung tangan.
Di sisi lain, realisasi ekspor saat ini sebenarnya turut dipengaruhi oleh bertumbuhnya permintaan dari dalam negeri seiring ber jalannya program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) sejak 2014. “Di dalam negeri sendiri ada penyerapan, kebutuhan yang besar,” jelas Linda.